Penulis: Heksa Fauziana
Pengembangan potensi desa wisata menjadi salah satu upaya pemulihan ekonomi dalam suatu masyarakat. Pemerintah pun terus mendorong suatu desa menjadi desa wisata untuk menarik minat dan perhatian para wisatawan. Fandeli (2002) dalam Putri (2015) menjelaskan bahwa desa wisata merupakan suatu wilayah pedesaan yang menawarkan suasana keaslian desa, baik dari segi kehidupan sosial budaya, adat istiadat, aktivitas keseharian, arsitektur, bangunan, dan struktur tata ruang desa, serta potensi yang mampu dikembangkan sebagai daya tarik wisata. Salah satu desa wisata yang menarik ialah Desa Wisata Gamplong yang terletak di Kapanewon Moyudan, Sleman, Yogyakarta. Di desa wisata ini terdapat Studio Alam Gamplong yang pernah viral di jagad maya. Mini Hollywood ala Indonesia ini didirikan tahun 2017 dan awalnya digunakan untuk keperluan syuting film. Kemudian, di kawasan studio tersebut turut dibangun Museum Bumi Manusia yang menyimpan berbagai karya sastra milik pengarang legendaris yaitu Pramoedya Ananta Toer. Sebelum hadirnya studio alam, desa wisata ini mempunyai industri kerajinan tenun yang diproduksi dengan alat tenun bukan mesin (ATBM) sejak zaman kolonialisme Belanda (Widiastuti, 2017). Dari berbagai daya tarik yang dimiliki, Desa Wisata Gamplong sangatlah potensial untuk mengembangkan Quality Tourism.
Bermula dari Industri
Tenun Tradisional
Sebelum berdiri Studio Alam Gamplong, Desa Wisata
Gamplong sudah dikenal sebagai sentra tenun tradisional di Yogyakarta. Meskipun
keahlian akan menenun sudah ada sejak zaman kolonialisme namun pada awalnya mayoritas
masyarakat Gamplong bekerja sebagai buruh dan petani dengan penghasilan tidak
stabil. Maka dari itu, mereka diajak oleh pengusaha ATBM untuk turut serta
dalam mengelola industri kerajinan tenun supaya kesejahteraan dapat meningkat (Putri,
2015). Widiastuti (2017) dalam studinya mengenai industri kerajinan di Desa
Wisata Gamplong memaparkan bahwa industri tenun sempat meredup pada era
penjajahan Jepang. Namun, industri tenun mulai bersinar kembali pada masa
kepemimpinan Soekarno dan tahun 1990-an. Pasang surut industri tenun di wilayah
Gamplong terus terjadi.
Persaingan akan hasil kerajinan tenun dari berbagai
daerah di Indonesia semakin sengit. Maka dari itu, beraneka macam produk kerajinan
tenun terus dimunculkan. Tentunya hal ini menuntut inovasi dan kreativitas dari
masyarakat setempat. Hasil kerajinan yang dulunya berupa stagen, serbet, dan
handuk. Saat ini produknya lebih bervariasi yaitu ada taplak meja, tempat
pensil, tas, tikar, alas gelas, sepatu, dan lainnya (Wahyudi, 2020). Persaingan
akan kerajinan tenun dari berbagai wilayah yang semakin merebak, membuat para
pengusaha ATBM dan masyarakat Gamplong mematenkan karya tenun mereka. Sebagian
besar masyarakat Gamplong pun menjadi pekerja di sektor industri tenun rumahan.
Ada juga masyarakat Gamplong yang tergabung dalam industri tenun skala kecil
dan menengah.
Dusun Gamplong ditetapkan sebagai desa wisata pada
tahun 2004 oleh Dinas Pariwisata Sleman. Kemudian, Gamplong juga ditetapkan
sebagai desa cinderamata. Desa wisata ini dikelola oleh Paguyuban TEGAR. Namun,
industri tenun yang menjadi satu-satunya destinasi wisata perlahan mulai
meredup karena bahan baku seperti enceng gondok, lidi, dan mendog terkadang sulit
didapatkan karena harus membeli dari luar daerah Gamplong. Kemudian dari sisi
SDM, semakin sedikit generasi muda yang memiliki keahlian menenun (Aragon,
2018). Tidak mengherankan apabila beberapa penenun berasal dari luar daerah
Gamplong. Maka dari itu, para pemangku kepentingan berusaha melestarikan
keahlian akan menenun dan menambah daya tarik Desa Wisata Gamplong. Semenjak
hadirnya Studio Alam Gamplong, daya tarik desa wisata ini semakin meningkat.
Kemudian, di kawasan studio alam tersebut, masyarakat umum dapat mengikuti
pelatihan menenun.
Studio Alam Gamplong Berkali-kali Booming di Media Sosial
Studio alam gamplong
Studio Alam Gamplong mampu menyedot perhatian
masyarakat sehingga Desa Wisata Gamplong juga semakin popular. Destinasi baru
ini diinisiasi oleh sutradara tersohor di tanah air yaitu Hanung Bramantyo.
Pembangunan studio alam ini pada mulanya didasarkan untuk tempat syuting film
yaitu “Sultan Agung : Tahta, Perjuangan, dan Cinta”. Produser film tersebut
yakni Mooryati Soedibyo sebagai pemilik Mustika Ratu Group ingin
mempersembahkan suatu film yang bisa memberikan pelajaran mengenai pengembangan
karakter dan kepemimpinan kepada generasi bangsa (visitingjogja.com, 2020).
Studio Alam Gamplong didirikan pada lahan seluas dua hektar. Lahan
yang digunakan untuk membangun studio ini merupakan tanah kas desa. Setting studio ini bernuansa abad 16 dan
17 atau saat terjadi kolonialisme Belanda. Berbagai bangunan kuno yang dibangun
antara lain, Benteng Holandia/Batavia, Kampung Mataram, Kampung Pecinan, dan
lainnya. Studio alam yang didirikan tahun 2017 ini diresmikan secara langsung
oleh Presiden Indonesia, Bapak Joko Widodo pada tahun 2018. Setelah selesai
digunakan syuting film, studio alam tersebut diserahkan oleh Mooryati Soedibyo kepada
Pemkab Sleman agar dikelola oleh masyarakat setempat (Pemkab Sleman, 2021). Dengan
dihibahkannya studio alam tersebut diharapkan kesejahteraan masyarakat semakin meningkat.
Studio Alam
Gamplong menjadi destinasi wisata yang banyak dikunjungi oleh para influencer. Kunjungan para influencer dari kalangan artis tanah air
ini telah membuat Desa Wisata Gamplong semakin dikenal masyarakat luas. Apalagi
foto-foto mereka kerap dipajang di akun instagram resmi milik Studio Alam
Gamplong. Kemudian, beberapa youtuber
pun mereview tempat wisata ini dalam channel
youtube-nya. Studio Alam Gamplong memang menawarkan berbagai spot foto yang
menarik dan instagramable. Adanya
peran influencer dan spot foto yang instagramable mampu menyedot perhatian
para anak muda untuk mengunjungi destinasi buatan ini.
Kemudian, film-film karya Hanung Bramantyo yang
berlokasi syuting di studio alam ini (Sultan Agung, Bumi Manusia, Habibie dan
Ainun 3, dan Gatotkaca) selalu laris di bioskop-bioskop tanah air. Film-film
tersebut pernah menjadi trending topic
di berbagai platform media sosial. Kepopuleran ini menjadi peluang yang begitu
besar untuk lebih mengembangkan Desa Wisata Gamplong. Tentunya Studio Alam
Gamplong tidak hanya menyediakan spot foto saja, tetapi juga menyediakan
berbagai layanan wisata edukasi perfilman. Meskipun dikelola oleh masyarakat,
namun bangunan di studio alam ini dibuat semi permanen karena bisa saja diubah
untuk keperluan syuting.
Salah satu bangunan yang menarik perhatian di kawasan
Studio Alam Gamplong ialah Museum Bumi Manusia. Museum ini dibangun setelah tayangnya
film Sultan Agung di berbagai bioskop. Kemudian, bangunan ini tidak sekedar
untuk syuting film Bumi Manusia maupun tempat wisata saja, akan tetapi juga
memberikan pengetahuan kepada masyarakat lewat karya-karya sastra Pramudya.
Pengarang yang kontroversial di era Orde Baru ini memang banyak menulis novel
yang menceritakan penindasan yang dialami masyarakat maupun perjuangan bangsa
Indonesia terutama dalam melawan kolonialisme Belanda. Novel yang ditulis
tentunya tidak hanya berdasar karangan fiktif belaka. Adanya museum ini juga
mempopulerkan kembali Desa Wisata Gamplong di jagad media sosial. Perlu
diketahui bahwa jumlah pengunjung yang memasuki museum semi permanen ini
dibatasi yaitu tidak boleh lebih dari 10 orang. Kemudian, waktu berkunjung juga
dibatasi yaitu maksimal 30 menit. Para pengunjung akan disuguhkan nuansa lawas
dan berbagai benda klasik era 1900-an seperti gramophone, lukisan para tokoh
Belanda, dan sebagainya (Liem, 2019).
Potensi akan Quality Tourism
Destinasi wisata di Desa Wisata
Gamplong, meliputi kerajinan tenun dan Studio Alam Gamplong menawarkan keotentikan
akan berbagai nilai-nilai warisan budaya dan sejarah. Berbagai nilai-nilai tersebut
dapat dijadikan sebagai salah satu faktor yang memantik kedatangan wisatawan
agar mempelajarinya. Tidak dapat disangkal, terkadang wisatawan berusaha mencari
sisi otentik suatu destinasi wisata. Alangkah lebih baik apabila nilai-nilai
akan warisan budaya dan sejarah turut di-branding
dan dikemas secara menarik dalam media sosial. Jadi tidak hanya spot foto menarik saja yang ditawarkan
kepada wisatawan. Diharapkan para wisatawan akan memperoleh pengalaman yang
bermakna selama berwisata di Desa Wisata Gamplong. Misalnya saja, ketika
mengunjungi Studio Alam Gamplong, para wisatawan bisa mengerti dan memahami
kondisi sosial budaya masyarakat terdahulu saat terjadi kolonialisme. Sepakat
dengan pemikiran Cohen dan Cohen (2017), konsep “Tourist Gaze” sangat diperlukan dalam mengembangkan pariwisata
karena para wisatawan seringkali berusaha mencari meaning dan merefleksikan nilai-nilai sosial budaya dari destinasi
wisata yang mereka kunjungi.
Studio Alam Gamplong sangatlah pas untuk mengembangkan
”Quality Tourism”. Quality Tourism merupakan suatu konsep yang menekankan pada
keberlanjutan pariwisata, SDM terampil, kepuasan pengalaman wisatawan, dan
diversifikasi produk maupun jasa dalam tempat wisata (Walad, 2020). Dengan
menerapkan konsep ini, para wisatawan pun kemungkinan besar akan lebih lama
untuk berwisata. Maka dari itu,
masyarakat Gamplong bisa membangun berbagai tempat penginapan. Adanya Quality Tourism juga dapat menarik minat orang-orang untuk
meneliti dan menelaah berbagai destinasi wisata di Desa Wisata Gamplong. Kemudian,
diharapkan para wisatawan mendapatkan pengalaman sensorik dan eksistensial
selama berkunjung di Desa Wisata Gamplong. Dalam hal ini, konsep performativity sangat diperlukan. Hadirnya
Desa Wisata Gamplong sebagai Quality
Tourism diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga
sekaligus melestarikan nilai-nilai sosial budaya. Apalagi pengelolaan destinasi
wisata di sini berbasis masyarakat (community based tourism).
Daftar Pustaka
Aragon, H. H. (2018, 01 Maret).
Mengunjungi Desa Gamplong, Pusat Kerajinan Tenun Tradisional di Yogyakarta.
Liputan6.com. Diakses dari https://www.liputan6.com/lifestyle/read/3333103/mengunjungi-desa-gamplong-pusat-kerajinan-tenun-tradisional-di-yogyakarta
Cohen, Scott A. dan Cohen, Erik.
(2017). New directions in the sociology of tourism. Current Issues in Tourism, Vol. 2, No. 22, 153-172
Liem, Dewangga. (2019, 14 Agustus). Hanung Bramantyo Dedikasikan Museum Bumi Manusia Untuk Penggemar
Pramoedya Ananta Toer. Genpijogja.com.
Diakses dari https://genpijogja.com/hanung-bramantyo-dedikasikan-museum-bumi-manusia-untuk-penggemar-pramoedya-ananta-toer.html
Pemkab Sleman. (2021, 19 Februari).
Gamplong Studio Alam Sleman. Diakses dari https://sumberrahayusid.slemankab.go.id/first/artikel/55
Putri, Emmita D. H. (2015). UPAYA
DESA GAMPLONG SEBAGAI DESA WISATA INDUSTRI ALAT TENUN BUKAN MESIN DALAM
MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT. Jurnal
Khasanah Ilmu ,Vol. VI, No. 1, pp 57-63
Visitingjogja.com. (2020, 05
November). Studio Alam Gamplong. Visitingjogja.com
Diakses dari https://visitingjogja.com/29138/studio-alam-gamplong/
Wahyudi, Prima. (2020, 25 September).
DESA WISATA GAMPLONG, SURGANYA PECINTA KERAJINAN PERNAK-PERNIK TENUN. Genpi.id. Diakses dari https://genpi.id/desa-wisata-gamplong-surganya-pecinta-kerajinan-pernak-pernik-tenun/
Walad, Syamsuddin. 2020, 04 Juli.
Quality Tourism Experience Jadi Roadmap Pariwisata Indonesia 2020-2024.
Suarakarya.id. Diakses dari https://www.suarakarya.id/detail/114217/Quality-Tourism-Experience-Jadi-Roadmap-Pariwisata-Indonesia-2020-2024
Widiastuti, A. S. (2017). SEJARAH
KEBERLANGSUNGAN INDUSTRI TENUN DI DUSUN GAMPLONG KABUPATEN SLEMAN. Jurnal Bumi Indonesia
Perii good semoga sukses selalu
BalasHapus